Unexpected "fee" for Indonesian Airways
Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945. Bangsa yang telah mengalami jajahan yang kejam dan lama, akhirnya bisa bebas dari jajahan dan mulai berdiri sebagai bangsa Mandiri. Dengan semangat yang baru, Indonesia berinisiatif untuk membantu negara tetangga yaitu Burma yang sedang dimasa pasca perang. Tahun 1949, para perwira muda TNI Angkatan Udara berinsiatif untuk mengumpulkan dana bagi pelayanan jasa angkutan udara di Burma.
Dengan semangat pejuang, hal tersebut dilaksanakan. TNI Angkatan Udara mengoperasikan beberapa pesawat DC-3 Dakota dibawah bendera Indonesia dan logo Indonesian Airways, satu diantara pesawatnya ada pesawat Dakota RI-001 yang merupakan persembahan dari Rakyat Aceh. TNI Angkatan Udara mendapat izin yang mudah dari otoritas Burma karena berkat hubungan baik Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Burma. Pengoperasian Indonesia Airways di Burma ini bukan untuk kepentingan bisnis, tetapi kepentingan membantu sodara-sodara yang sedang berjuang di Burma.
Tetapi Indonesian Airways mendapatkan kejutan yang sangat tidak diduga, Tahun 1950 saat Indonesian Airways akan meninggalkan operasi di Burma, Pemerintah Burma menagih pajak kepada Indonesian Airways. Tentu hal ini sangat mengagetkan pihak Indonesia yang awalnya tidak menduga semangat kerja bangsa Indonesia untuk membantu negara Burma itu ternyata dibebankan oleh pajak. Tagihan tersebut harus dibayar oleh Indonesian Airways sebagai operator dan pemilik pesawat. Padahal dengan izin yang mudah untuk beroperasi, Indonesian Airways sama sekali tidak memikirkan pajak operasional penerbangan di Burma.
Lalu, Bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah pajak ini? Pihak Indonesia pasti akan menyelesaikan masalah ini, tetapi pada saat itu Kas Negara tidak cukup untuk membayar tagihan pajak yang diberikan pada Pemerintah Burma kepada Indonesian Airways, maka dari itu perlu perundingan antar Staf Angkatan Udara agar masalah ini diselesaikan secara damai.
Agar bisa memenuhi tuntutan pajak Pemerintah Burma, sekaligus tidak membebani keuangan negara RI, Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia (KSAU) menawarkan satu buah pesawat Dakota DC-3 bersama dengan Suku Cadang yang tersedia untuk disumbangkan kepada Angkatan Udara Burma. Berkat hubungan baik antara KSAU S. Suryadarma dengan Jenderal Ne Win, kesepakatan itu diterima.
Dalam persoalan ini, ada 2 surat yang menjadi kunci penyelesaian persoalan tersebut. Pertama adalah surat dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementrian Pertahanan RI yang dialamtkan kepada Perdana Menteri dan Kementrian Pertahanan RI, dan Surat KSAU kepada Jenderal Ne Win.
Berikut ini adalah surat dari Kementrian Pertahanan RI,
PERIHAL : Penjerahan kapal terbang Indonesian Airways kepada
Pemerintah Birma
Kepada : J.M. Pendana
Menteri
: J.M. Menteri Luar Negeri
Sekarang KASAU menerima unat dari Act. Genenal Manager Indonesian Airways
tersebut, ttg 12 Agustus jbl., memberitahukan, bahwa Pemerintah Birma berniat menuntut dari
Indonesian Airways padjak antara Ra.235.000 dan Ra.477.500.
Hal ini sebetulnja tidak diduga karena selama
ini disangka, bahwa Indonesian Airways dipandang oleh Pemerintah Birma sebagai
alat perdjuangan jang disokong sepenuhnja oleh Pemerintah Birma. Lain
daripada itu Indonesian Airways djuga sangat berguna untuk Pemerintah Birma
dalam mengatasi kesulitannja sendiri.
Supaja kita tidak perlu mengeluarkan uang itu
dan pula mengeratkan hubungan baik dengan Pemerintah Birma, maka ke berhubungan
formil dengan Bo Newin dengan menawarkan terbang R.I. jang masih ada di Birma,
jani R.1.007, dengan bagian2nja (asseta) kepada Pemerintah Birma, dengan maksud
supaja harga kapal terbang diperhitungkan dengan padjak.
Harga tersebut
direntjanakan kira kira Ra. 190.000, djadi memang seimbang dengan padjak jang
mestinja dibajar. Dalam surat ini kepada Komodor Suriadarma, Bo Newin menghargai baik
geste ini. KSAU sekarang berniat bertolak ke Birma untuk setjara formil menjelesaikan soal ini dan djuga sebagai "return
visit" kepada Bo Newin, jang kira-kira satu bulan datang kemari. Kami
dapat menjetudjui usul dari Komodor Suriadarma, tindakan ini hendaknja dilihat dalam
hubungan memperkuat perhubungan kita dengan negara tetangga dan terutama dengam
India dan Birma.
Berikut ini adalah sebagian lagi dari kutipan
surat KSAU ia bendaknja dilihat dalam hubungan memperkuat perhubungan kita
Suryadarma kepada Jenderal Ne Win:
FROM : S. Suryadarma, Air Commodore, AURI H.Q. Djakarta Indonesia
TO : H.E. Bo Ne Win, Supreme Commander
of the Burmese Armed Forces, Army H.Q., Rangoon, Burma
SUBJECT
: Indonesian Airways
DATE :1 September 1950
Dear General,
I would like to bring forward to
your notice our plan concerning the fate of the Indonesian Airways in Rangoon.
The Indonesian Airways began to operate in
your country in early 1949 by force of circumstances, known to you, and by the
kind permission of your Government. Since then we have been flying our planes
for patriotic purposes and thus not for commercial ones.
According to my instruction in the month of
August this Indonesian Airways will be withdrawn from Burma and being always
our plan from the very beginning, we would like, as a token of goodwill and
gratitude from your country fine hospitality and magnificent support to our
country during those dark days of the struggle against agression, to offer the RI-007
and all other available spares and materials to the Air Transport Command of
your Air Force. As to the RI-001, we are going keep it, since it was presented by our people.
Dari kedua surat tersebut, terlihat bahwa dengan hubungan yang baik antar kedua belah pihak akan menghasilkan kesepakatan yang manis. Indonesia tetap membayar hutang pajak tanpa membebani kas negara dan Burma mendapatkan hal yang senilai dengan pajak yang ia berikan. Setelah itu, Hubungan negara pun tetap membaik. Inilah salah satu contoh kehangatan dan kebaikan negeri kita Indonesia.
Photo Credit
Reference Book
Defence & Aviation - Chappy Hakim
Comments
Post a Comment